AHLAN WA SAHLAN

Rabu, 15 Februari 2017

V-Day, Dari Budaya Sampe Ideologi

V-Day, Dari Budaya Sampe Ideologi



Oleh : Ustadz Luky B Rouf

Creative Writer
Inspirator #YukMoveOn | Pengkader Pendakwah Ideologis
Publishing Manager Al Azhar Press
Kontributor Tabloid Mediua Umat, dakwahremaja.com
Owner D’Walimah Organizer Pernikahan Islami
  •Chief Operational Officer MoveON Inspiration 


Di  era  global seperti  sekarang  ini,  dunia  sering diibaratkan  global  village  alias  sebuah desa  global.  Saking  mudah  terjangkaunya  akses  komunikasi,  transportasi  tentunya. Berangkat  dari  situ,  maka  layak  banget  kalo  kemudian  mulai  dari  cara  dandan,  cara berjalan,  cara  makan,  cara  tidur  orang  Barat  nun  jauh  disana,  bisa  tertransfer  dengan gampang ke negeri kita. Makanya ketika ngobrolin globalisasi, ada effect negative dan ada effect  positifnya.  Nah,  orang  sering  bilang  “kita  ambil  positifnya  aja”.  Persoalannya  apa yang ditransfer Barat bukan cuma cara dan gaya tapi juga persoalan ‘nilai’. Sehingga dalam standar ‘positif-negatif’ pun, kita sudah tertular cara Barat menilai hal positif-negatif. Alias cara ukur kita terhadap suatu perbuatan itu baik atau buruk, sama dengan Barat mengukur baik-buruk, terpuji-tercela, dst.

Wajar  banget  kalo  kemudian  disini,  perempuan  goyang  ngebor,  ngesot,  patah-patah, kudu  dianggap  biasa,  karena  itu  katanya  bagian  dari  ekspresi,  seni,  bahkan  dikaitkan sebagai mata pencaharian, bo’. Demikian pula wajib dianggap lumrah juga, kalo ada artis selingkuh,  wakil  rakyat  punya  WIL,  sementara  seseorang  yang  bener-benar  nikah  secara syah,  malah  harus  dipersoalkan.  Itu  semua  (kalo  pinjam  istilah  pak  Amin  Rais)  akibat westoxitation alias peracunan barat, melalui paham yang disebut sekularisme.

Dan  bukan  nggak  mungkin,  kalo  V-Day  dikatakan  terkait  dengan  agenda  Baratisasi khususnya  liberalisme  yang  menuju  pada  kehidupan  permisive.  Bisa  sangat  kentara liberalnya,  kalo  kita  mencoba  berpikir  kompleksitas  masalah  V-Day.  Artinya  V-Day  tidak berdiri  sendiri  sebagai  sebuah  perayaan.  Melainkan  dia  bagian  dari  peradaban  sebuah kaum, bangsa atau agama tertentu.

Oke, mau nggak mau kita kudu mengupas  apa yang dimaksud dengan peradaban.  Di Barat  menyebut istilah  peradaban dengan civilization; di ambil dari kata  civilis,  yang artinyamemiliki kewarganegaraan. Istilah ini menurut Samuel Hutington dalam bukunya  Clash of Civilization,  tidak  terlepas  dari  upaya  Barat  menemukan  jati  diri  sebagai  negara  sekular, dengan apa yang mereka sebut dengan massa renaissance.

Kita coba bandingkan dengan pendapat  An-Nabhani dalam bukunya  Nizhâm al-Islâm. Menurut An-Nabhani, peradaban (arab: hadhârah) adalah sekumpulan persepsi atau pemahaman yang  membangun  perilaku  seseorang  atau  suatu  bangsa  dalam  mengarungi  kehidupan.  Masih menurut An-Nabhani, beliau merekatkan pembahasan hadlarah  dengan satu bahasan yakni madaniyah.  Karena  menurut  beliau,  kerancuan  bahasan  antara  keduan ya  (hadlarah  dan madaniyah) inilah yang menyebabkan orang  misunderstanding  terhadap Islam. Gara-gara ini sering ada yang bilang Islam nggak modern, Islam nggak bisa kompromi dengan Barat, dan seterusnya.  Padahal  ada  perbedaan  yang  mendasar  antara  hadlarah  dan  madaniyah. Madaniyah  adalah  bentuk-bentuk  fisik  dari  benda-benda  yang  terindera  yang  biasa  dipake  dalamberbagai aspek kehidupan. Bentuk-bentuk fisik dari benda ini, adakalanya yang dihasilkan oleh sebuah  hadlarah  atau  peradaban  non  Islam,  misalnya  salib,  baju  biksu,  patung,  dll. Adakalanya  benda  itu  memang  dihasilkan  oleh  orang  Barat,  tapi  benda  tersebut lebih merupakan hasil dari kemajuan teknologi, contohnya komputer, handphone, sepeda motor,
de el el.

Sehingga kita nggak boleh latah atawa rancu menilai masing-masing benda yang sering kita  manfaatkan  dalam  kehidupan  kita.  Mungkin  kalo  ada  yang  mencap  Islam  nggak modern,  karena  dipikirnya  Islam  nggak  mau  menerima  konsep  demokrasi,  HAM, pluralisme. Padahal ajaran-ajaran itu jelas-jelas berupa  hadlarah  alias ide yang berasal dari peradaban suatu bangsa atau kaum (Barat). Demikian pula kalo ada yang menyindir Islam itu hipokrit alias munafik, nggak mau menerima demokrasi dari Barat, tapi barang-barang dari orang Barat dipake orang Islam juga, seperti laptop, televisi. Kita kasih tahu ya, bahwa benda-benda  yang  disebutin  tadi,  meski  berasal  dari  Barat,  tapi  benda  tersebut  nggak terasuki  oleh  hadlarah  Barat,  karena  benda  tersebut  dihasilkan  oleh  kemajuan  sains  dan teknologi. Gitchu..

Sobat muslim, disinilah Muhammad Husein Abdullah dalam bukunya  Mafahim Islam, membedakan  antara  madaniyah  khusus  dan  madaniyah  umum.  Apaan  tuh?  Diawal  tadi sudah  disinggung  kalo  madaniyah  adalah  bentuk-bentuk  fisik  dari  benda  yang  sering  kita manfaatkan  dalam  kehidupan.  Kalo  madaniyah  khusus,  itu  artinya  benda-benda  tersebut sudah  dimasuki  atau  merupakan  hasil  atau  dimiliki  oleh  peradaban  kaum  tertentu, contohnya  salib  yang  merupakan  madaniyah  orang  Kristen.  Sementara  kalo  madaniyahumum, berarti benda-benda umum yang murni dihasilkan dari kecanggihan teknologi dan nggak jadi ‘hak milik’ dari hadlarah kaum atau bangsa tertentu.

Ngomong-ngomong  soal  peradaban,  para  sejarawan  dan  sosiolog  sering  membagi dunia  ke  dalam  dua  kubu  besar,  yaitu  peradaban  Barat  dan  peradaban  Timur.  Keduanya memiliki pandangan hidup masing-masing yang khas yang berbeda satu dengan yang lain, bahkan bertentangan secara diametral. Peradaban Barat yang dibangun pada akhir abad XV M  dengan  bergulirnya  renaissance,  humanisme,  dan  reformasi  gereja,  tegak  diatas  prinsip sekularisme.  Prinsip  inilah  yang  menjadi  persepsi  atau  pandangan  yang  khas  bagi masyarakat Barat yang diwujudkan dalam berbagai segmen aktivitas kehidupan. Persepsi inilah yang akan membangun peradaban yang khas yang berbeda dengan peradaban Timur (salah satunya peradaban Islam).

Sedangkan  menurut  Hafidz  Abdurahman  dalam  buku  Diskursus  Islam,  Politik  dan Spiritual, beliau menjelaskan bahwa Islam merupakan suatu ajaran yang mencakup konsep spiritual  dan  politik  (siyasiyah)  dimana  Islam  memiliki  persepsi  yang  khas  tentang kehidupan,  yaitu  bahwa  segmen  kehidupan  publik  nggak  bisa  dipisahkan  dari  ajaran agama. Sehingga aspek politik, ekonomi, pemerintahan, pergaulan, hubungan luar negeri, dsb. diatur oleh wahyu Allah SWT (Syariat Islam), dan tidak diizinkan bagi manusia untuk membuat  sistem  kehidupan  dengan  tidak  dilandasi  oleh  wahyu.  Pandangan  inilah  yang membentuk peradaban khas, yaitu peradaban Islam.

Dari segi sumber antara peradaban Islam dan Barat sudah jelas bertolak belakang. Oleh karena  itulah,  pantas  banget  kalo  Islam  memang  nggak  bisa  disandingkan  dengan  Barat dari segi pandangan hidup (akidah, way of life). Upaya untuk mempertemukan keduanya hanya  akan  menghasilkan  kesia-siaan,  jika  toh  keduanya  ‘berhasil’  dikawinkan,  maka selamanya akan terjadi pertentangan, dan kalo pun terjadi kompromi, Islam lah yang harus mengalah.

Mengutip dari tesis Huntington, bahwa orang-orang dari peradaban yang berbeda akan memiliki  perbedaan  mendasar  dalam  hal  hubungan  antara  Tuhan  dengan  manusia, individu dengan masyarakat, negara dengan rakyatnya, anak dengan orang tuanya, suami dengan istri, sebagaimana juga perbedaan persepsi tentang hak dan kewajiban, kebebasan dan  otoritas.  Prinsip  atau  asas  sekularisme  yang  diajarkan  Barat,  jelas  bertolak  belakang dengan  prinsip  Islam  yang  justu  menyatukan  antara  ajaran  agama  dengan  kehidupan. Karena Islam ketika dipelajari bersifat amaliah  alias untuk diterapkan bukan sekedar ilmiah atau kepuasan intelektual aja.

Perbedaan  secara  diametral  antara  peradaban  Barat  dengan  Islam  inilah  yang  bisa mencuat menjadi suatu konflik antarperadaban di dalam masyarakat internasional. Dengan demikian,  benturan  peradaban  hakikatnya  adalah  benturan  yang  terjadi  antara  sejumlah pemikiran dan atau ideologi yang berbeda atau bertolak belakang.

Nah  disinilah  menjadi  sebuah  keniscayaan  terjadinya  perang  peradaban,  yang  orang biasanya  sering  menyebut  perang  pemikiran  (ghazwul  fikri)  dan  perang  budaya  (ghazwul tsaqofi)  antara  Barat  Vs  Islam.  Pas  banget kemudian  Barat  menjadikan  V-Day  sebagai  alat serang, untuk memasukkan (kalo tidak bisa dikatakan memaksa) budaya, tsaqofah, perilaku Barat ke negeri-negeri kaum muslim.

So,  gaya  hidup  konsumtif,  materialis,  liberalis,  hedonis,  dan  kepermisifan  nilai-nilai seksual, yang lazim ditemukan dalam perayaan V-Day  merupakan konsekuensi logis dari peradaban sekularisme Barat. Nilai-nilai kayak gitu jelas nggak dikenal dalam ajaran Islam yang menjunjung tinggi prinsip  taqwallah  dan berlandaskan pada al-Qur'an dan as-Sunnah sebagai rujukan nilai yang mendasar.

V-Day  muncul  di  tengah-tengah  sebuah  negeri  yang  saat  itu  dijadikan  sebagai  pusat peradaban  oleh  bangsa-bangsa  lain.  Perayaan  festival  Lupercalia  misalnya,  adalah  sebuah kebiasaan  atawa  adat  yang  berkembang  disana,  yang  dia  itu  muncul  sebagai  salah  satu cerminan dari peradaban Romawi.

Di  sisi  lain  disadari  atau  tidak,  aneka  happening  V-Day  yang  marak  pada  tanggal  14 Febuari, sebenarnya adalah sebuah bentuk produk penjajahan Barat. Sekali lagi Penjajahan Barat. Ya, Barat bukan aja berhasil menjajah umat muslim secara politik dan ekonomi, tapi juga secara budaya. Buktinya, apa yang lagi tren di Barat selalu di-copy-paste  begitu aja oleh anak-anak kaum muslimin. Padahal mereka juga, nggak banyak yang ngeh ama sejarah VDay,  bahkan  kalo  mereka  dibilangi  V-Day  bertentangan  dengan  Islam,  malah  justru Islamnya yang dikalahkan, V-Day yang dibela mati-matian. Huuh dasar !

Yang  nggak  kalah  gawatnya,  bahwa  penjajahan Barat  di  bidang budaya  ini  udah  bikin bopeng wajah pergaulan remaja kita. Di kalangan muda, pacaran udah dianggap ‘rukun’-nya jadi anak muda. Bukan sekadar pacaran, tapi aktivitas dalam pacaran yang mendekati zina juga udah dianggap lumrah. “Kayak nggak pernah muda aja,” geto kata mereka.

Sobat  tahu  nggak,  akhirnya  penjajahan  Barat  merangsek  juga  ke  bidang  yang  lain, khususnya ekonomi. Liat aja aneka merchandise V-Day berupa greeting card, coklat, bunga, boneka tedy bear, de es be. menjadi barang wajib yang musti diberikan kepada orang yang katanya dikasihi. Siapa yang diuntungkan dari moment itu? Udah pasti para  kapital alias pengusaha, coz produk-produk tadi tentu aja diproduksi nggak sebiji, dua biji, tapi berjutajuta sesuai dengan peminat dan penikmat V-Day.

Di  Amerika,  kartu  Valentine  pertama  yang  diproduksi  secara  massal  dicetak  setelah tahun 1847 oleh Esther A. Howland (1828  –  1904) dari Worcester, Massachusetts. Ayahnya memiliki sebuah toko buku dan toko peralatan kantor yang besar. Mr. Howland mendapat ilham  untuk  memproduksi  kartu  di  Amerika  dari  sebuah  kartu  Valentine  Inggris  yang  ia terima. Upayanya ini kemudian diikuti oleh pengusaha-pengusaha lainnya hingga kini.

Sejak  tahun  2001,  The  Greeting  Card  Association  (Asosiasi  Kartu  Ucapan  AS)  tiap  tahun mengeluarkan  penghargaan  "Esther  Howland  Award  for  a  Greeting  Card  Visionary"  kepada perusahaan pencetak kartu terbaik.

Sejak Howland memproduksi kartu ucapan Happy Valentine di Amerika, produksi kartu dibuat secara massal di seluruh dunia.  The Greeting Card Association  memperkirakan bahwa di seluruh dunia, sekitar satu milyar kartu Valentine dikirimkan per tahun. Ini adalah hari raya  terbesar  kedua  setelah  Natal  dan  Tahun  Baru  (Merry  Christmast  and  The  Happy  New Year).  Asosiasi  yang  sama  juga  memperkirakan  bahwa  para  perempuanlah  yang  membeli kurang lebih 85% dari semua kartu valentine.

Mulai  pada  paruh  kedua  abad  ke-20,  tradisi  bertukaran  kartu  di  Amerika  mengalami sedikit  perubahan.  Kartu  ucapan  yang  tadinya  memegang  titik  sentral,  sekarang  hanya sebagai  komplement  dari  hadiah  yang  lebih  besar.  Hal  ini  sering  dilakukan  pria  kepada perempuan. Hadiah-hadiahnya  bisa berupa bunga mawar dan coklat. Bahkan mulai tahun 1980-an, industri berlian juga mengambil kesempatan hari valentine untuk mempromosikan produknya, sebagai perhiasan kepada perempuan pilihan.

Sobat muslim, dengan melihat banyaknya pernak-pernik V-Day  yang sengaja diproduksi dan  ternyata  juga  membuat  ngiler  para  pemuja  V-Day,  maka  kentara  banget  budaya materialisme, hedonisme udah lengket pada perayaan V-Day. Kalo gitu mana dong, ‘nilai kasih  sayang’  yang  katanya  merupakan  ciri  khas  dari  V-Day?  Apa  kasih  sayang  identik dengan kado? Apa selama ini ngerayain V-Day karena tertarik ama hadiahnya? Jadi apakah inti dari V-Day adalah materi? Jawab! Jawab wahai pemuja V-Day !

Ok  guyz,  udah  waktunya  deh  buka  perasaan  dan  pikiran  kamu,  bahwa  ada  agenda terselubung yang berbahaya di balik perayaan V-Day. Hari berkasih sayang udah dijadikan kuda tunggangan untuk mengimpor budaya bejat Barat yang sok moralis nan matre. Dan budaya  ini  membuat  remaja  kita,  klepek-klepek  diterpanya.  Mereka  nggak  bisa  berpikir secara  jernih  lagi,  para  remaja  dan  pemuda  muslim  yang  awam  dari  agamanya,  terus dimanjakan dengan perayaan-perayaan seperti ini.

Kasih  sayang  yang  sebenarnya  karunia Allah  dinodai  dengan  aktivitas pacaran  sampai hubungan  bebas  yang  kebablasan.  Di  negara-negara  Barat,  selebrasi  V-Day  emang  nggak lepas dari seks pranikah. Maka di Inggris, pekan Valentine dijadikan bagian dari kampanye penggunaan  alat kontrasepsi;  kondom.  Karena  begitu  tingginya  aktivitas  seks  pranikah pada saat itu. Tapi supaya tetep terkesan romantis, di’bungkus’lah oleh coklat dan setangkai mawar.

Di  Amerika  Serikat  dan  beberapa  negara  Barat,  menjadikan  V-Day  sebagai  prolog  bagi sebuah kencan dari suatu hubungan yang serius. Ini karena memang V-Day pada awalnya didedikasikan  buat  ajang  kenalan  cowok-cewek.  Kalo  cocok  bisa  dilanjutkan  dengan  ngedate mulai dari makan bareng, sampe dengan bobok bareng alias zina.

Masih  di  Barat  juga,  di  berbagai  hotel  diselenggarakan  aneka  lomba  dan  acara  yang berakhir di masing-masing kamar yang diisi sepasang manusia berlainan jenis. Belum lagi party-party  yang  lebih  bersifat  tertutup  dan  menjijikan,  persis  persepsi  mereka  tentang perayaan Lupercalia di jaman Romawi Kuno. Ironis memang !

Trus, bagaimana Hari Valentine di negara-negara non-Barat? Di Jepang, Hari Valentine sudah muncul berkat marketing besar-besaran, sebagai hari di mana para wanita memberi para  pria  yang  mereka  senangi  permen  cokelat.  Namun  hal  ini  tidaklah  dilakukan  secara sukarela  melainkan  menjadi  sebuah  kewajiban,  terutama  bagi  mereka  yang  bekerja  di kantor-kantor. Mereka memberi cokelat kepada para teman kerja pria mereka, kadangkala dengan  biaya  besar.  Cokelat  ini  disebut sebagai  Giri-choko,  dari  kata  giri  (kewajiban)  dan choco  (cokelat). Lalu berkat usaha marketing lebih lanjut, sebuah hari balasan, disebut “Hari Putih” (White Day) muncul. Yang biasanya dirayakan tiap tanggal 14 Maret. Pada hari itu, pria  yang  sudah  mendapat  cokelat  pada  hari  Valentine  diharapkan  memberi  balasan sesuatu kembali.

Di  Taiwan,  sebagai  tambahan  dari  Hari  Valentine  dan  Hari  Putih,  masih  ada  satu  hari raya lainnya yang mirip dengan kedua hari raya ini ditilik dari fungsinya. Namanya adalah “Hari Raya Anak Perempuan” (Qi Xi). Hari ini diadakan pada hari ke-7, bulan ke-7 menurut tarikh kalender kamariyah Tionghoa.

Oke bro,  nyadar dong, bahwa kita tuh udah kelamaan dijajah oleh musuh-musuh Islam. Benteng  kita  udah  dijebol  luar  dan  dalem.  Saatnya  bangkit  melawan  penjajahan  budaya Barat. Ngaji deh yang semangat. Pelajari Islam dengan benar, yakini bahwa Islam itu sistem kehidupan  yang  benar,  ideologi  yang  keren  dan  nggak  ada  yang  sekeren  Islam.  Buktikan kalo ada yang lain. Sebab, kata Nabi saw.: “Islam itu tinggi dan tak ada yang setinggi Islam.”

Apa yang dikerjakan oleh banyak orang belum tentu kebenaran. Karena kebenaran tidak ditampakkan oleh banyaknya pengikut, tapi sumber kedatangannya. Meski sekarang orang yang menentang V-Day dan memperjuangkan syariat Islam nggak sebanyak kalangan pro Barat,  tapi  kebenaran  itu  ada  pada mereka.  Karena  kebenaran  itu  datang  dari  Allah  (alQuran)  dan  RasulNya  (as-Sunnah).  Yang namanya  jalan  kebenaran  tidak  akan  pernah memberikan kita kesesatan. Tul nggak? 



Aku meninggalkan untuk kalian dua perkara dan kalian tidak akan sesat selama berpegang teguh kepada keduanya, yaitu Kitabullah dan Sunnahku. (HR al-Hakim).


Semoga Bermanfaat.. Barakallah..


klik: lukyrouf.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar