Para pembela dan
pemuja V-Day
Oleh : Luky B
Rouf
•Creative Writer
•Inspirator #YukMoveOn | Pengkader Pendakwah Ideologis
•Publishing Manager Al Azhar Press
•Kontributor Tabloid Mediua Umat, dakwahremaja.com
•Owner D’Walimah Organizer Pernikahan Islami
•Chief Operational Officer MoveON Inspiration
Bagian ini
memang kudu dibahas, coz
remaja biar bisa
berpikir semakin jernih
kenapa banyak orang pada ngantre merayakan dan menikmati V-Day,
sementara dirinya kayaknya kepincut juga pengin menikmati. Tapi perlu dicatat
dan digarisbawahi bahwa bukan berarti ketika
buanyak orang ngerayain
V-Day, trus akhirnya
V-Day jadi benar.
Nggak, nggak seperti itu.
Pembahasan ini cuman
memastikan aja, bahwa
remaja kita musti
tahu kalo dibalik membludaknya penggemar V-Day ada
skenario gedhe binti jahat mengintai kita. Skenario itu setidaknya bisa
digolongkan menjadi 3.
Pertama: Skenario ekonomi.
V-Day bisa dikatakan memenangi pergulatan opini di tengah pergaulan
remaja karena ada 3 P, yakni promosi, provokasi, dan propaganda. Persis sepertisebuah produk
yang diiklankan di
teve, yang ditayangkan
secara kontinyu, terencana, termanage dengan sangat baik. Kalo
perlu memanipulasi fakta, menipu data, bakal meraka lakukan, asal produknya
bisa laku dipasaran. Konsumen awalnya mungkin terjadi ambigualias penolakan
secara halus, tapi
berhubung di iklankan
tiap jam, di
sisi lain diberi kemudahan cara
menikmatinya, maka akhirnya
orang jadi tertarik
juga pengin mencoba. Keinginan mencobanya
semakin kuat, ketika
banyak orang yang
ikut menikmatinya. Walhasil,
V-Day menjadi suatu
yang lumrah untuk
ditiru, sementara masalah
moral dan
Kedua: Skenario politis.
Skenario ini akan mudah dibaca kalo perayaan V-Day dikaitkan
dengan kampanye kondomisasi,
seperti apa yang
sudah dilakukan di
Inggris. Dan nggak menutup
kemungkinan di negerinya
si Unyil bakal
dilakoni juga. Biasanya
kampanye kondomisasi ini dibungkus
dengan kata manis
“safe sex” alias
sex yang aman,
yang biasanya dilakukan oleh LSM. Makanya sampe pemerintah rela untuk
menyediakan ATM Kondom. Menurut mereka,
nggak apa-apa ngelakuin
seks asal pake
kondom biar aman. Nah, ‘hoby’ nge-seks itu, menemukan
momentnya berupa V-Day. Ya, seperti udah dikupas sebelumnya, bahwa memang V-day
sudah nggak bisa dilepaskaitkan dengan seks bebas.
Ketiga:
Skenario budaya.
Sebagian orang mungkin
juga setuju kalo
perayaan V-Day jangan diisi
dengan aktivitas gaul
bebas. Sebab budaya
itu nggak cocok
dan nggak manusiawi. Mereka lebih
setuju, kalo V-Day dikembalikan sesuai makna aslinya, yakni hari kasih sayang.
Intinya, kelompok ini setuju V-Day, tapi nggak setuju gaul bebasnya. Sobat, sepintas usul
ini emang nggak
usil apalagi asal.
Tapi tetap aja
usul ini suatu
hil yang mustahal, eh..kebalik,
maksudnya suatu hal yang mustahil. Gimana bisa kita memisahkan V-Day dengan
budaya gaul bebas, lha wong V-Day didesain untuk bikin orang supaya gaul bebas.
Apalagi kita hidup di negeri yang sangat sekularistik, yang agama sudah nggak
bisa jadi patokan tingkah laku. Standar tingkah laku manusia sekular adalah
manfaat atau tidak. Kalo ternyata V-Day bermanfaat, ya diembat. Kalo nggak
bermanfaat, ya udah pasti lewat. Tul nggak?
Belajar dari skenario-skenario diatas,
kayaknya remaja kita
sangat sulit untuk
tidak terjebak lubang biawak
yang bernama V-Day.
Bukannya apatis. Tapi
setidaknya ini bisa ngasih
gambaran ke kita,
betapa sangat derasnya
serangan Barat berupa
V-Day kepada generasi kita.
Sementara remaja nggak menyiapkan tameng untuk membendungnya, maka nggak aneh
banget kalo jebol juga pertahanan remaja. Ketika ngeliat banyak temannya yang ikut perayaan
V-Day, maka dia
pun pengin mencoba.
Awalnya cuman mencoba,
tapi akhirnya keterusan. Sampe-sampe
kalo nggak V-Day,
kayaknya nggak hidup.
Walah segitunya !
Tapi kalo mau diraba-raba, paling nggak ada beberapa faktor yang bikin remaja Muslim ikut larut
dan merayakan V-Day.
Faktor Pertama, kalangan
remaja Muslim banyak
yang nggak ngeh ama latar belakang sejarah Valentine's Day, sehingga mereka tidak merasa
risih untuk mengikutinya. Faktor
“nggak ngeh” nya
bisa bermacam-macam. Bisa
karena disembunyikan watak asli oleh para pendongeng V-Day. Bisa juga
karena remaja kita udah gelap mata alias
cuek ama sejarah
V-Day. Bisa jadi
karena sebenarnya remaja
kita tahu sejarahnya tapi
nggak punya kemampuan
untuk mengaitkannya dengan
informasi lain, dalam hal ini
Islam. Karena emang dalam benak remaja muslim zero persen, pengetahuan agamanya.
Kedua, adanya anggapan
bahwa Valentine's Day
sama sekali nggak
punya tendensi muatan agama
sama sekali. Menurutnya
V-Day cuma bagian
dari globalisasi yang
mau nggak mau kudu diserap oleh siapa saja. Sama halnya dengan kemajuan
sains dan teknologi yang semua orang
akhirnya ikut menikmati,
meskipun awalnya nggak
suka, nggak tahu, atau
bahkan nggak mau
tahu. Sobat, di
bagian ini berarti
teman remaja kagak
bisa ngebedain mana yang murni benda (madaniyah umum) dengan yang bener-bener serangan peradaban (hadlarah).
Di pembahasan sebelumnya,
udah kita kupas
masalah itu. Tolong dibaca lagi ya !
Ketiga,
kering kerontangnya pemahaman
Islam remaja, sehingga
tidak mampu lagi memfilter budaya
dan peradaban yang
seharusnya mereka jadikan
lawan, mana yang seharusnya jadi
kawan. Padahal pemahaman
Islam ini puenting
buanget. Sebab Islam sendiri emang didesain oleh Allah,
untuk mensejahterakan manusia. Artinya, ketika Islam ada dalam jiwa remaja
muslim, maka sebenarnya perasaan risau kalau nggak ngerayain VDay, nggak akan
pernah ada. Malahan, bakal ngajak orang lain untuk ninggalin hajatan VDay. Tapi
karena benteng pertahanan terakhir yang kita miliki jebol, maka bablas aja
semua budaya Barat, ibarat
air bah yang
menerjang semua benda
yang ada dihadapannya. Menyedihkan
memang !
Keempat,
adanya loss of
identity kalangan remaja
Muslim. Salah satu
fase remaja adalah pencarian jati diri. Dalam rangka itu biasanya dia akan mencari teman, kalo
bisa sebanyakbanyaknya. Bahkan kalo perlu
bikin geng. Maka
apa yang menjadi kesepakatan
temanteman satu kelompoknya itulah
yang jadi identitas
dia. Nah, berhubung
udah jadi kesepakatan teman-temannya, (padahal
dia sebenarnya punya
pendapat beda) dia
nggak berani untuk melawannya,
karena itu bertentangan
kesepakatan jamak teman-temannya. Disinilah awal terjadinya
split personality alias kepribadian
ganda yang menyebabkan teman remaj jadi kehilangan identitas dirinya, atau
bahkan nggak punya jati diri.
Kelima, cuman ikut tren aja, biar disebut gaul.
Faktor ini nggak kalah gawatnya dengan faktor-faktor sebelumnya. Bisa jadi
masalahnya kompleks banget. Jadi di satu sisi, dia nggak punya pegangan
hidup, bahasa kerennya
mungkin nggak punya
visi dan misi
hidup. Sementara di sisi
lain, dia nggak
bisa ‘tahan nafsu’
untuk ikut menikmati
V-Day, karena emang begitu dahsyat
gempuran budaya V-Day ini. Padahal sebenarnya kalo masalahnya cuman biar
disebut gaul, kenapa
nggak kita balik
aja, bahwa yang
disebut gaul itu,
kalo kamu paham Islam. Bisa nggak?
Keenam,
adanya pergaulan bebas
yang mengeliminir de-sakralisasi seks.
Banyaknya remaja pacaran yang
menjurus ke free
seks, telah menjadi
bukti kuat bahwa
seks bukan barang yang ‘mahal’
lagi. Seks yang harusnya jadi bahan konsumsi pasangan suami-isteri, kini tidak
lagi se-sakral itu.
Remaja yang notabene
bukan suami isteri
pun ikut membicarakan bahkan
menikmatinya. Hiihhh ngeri !
Dan mungkin masih
banyak lagi jawaban
yang bisa kita
berikan tentang faktor-faktor penyebab remaja jadi gandrung
dengan V-Day. Sedikit apa yang sudah kita sampaikan tadi, bisa memberi
pemahaman baru kepada kita, bahwa nggak gampang emang untuk melawan budaya V-Day.
Sampe ada yang
mungkin udah putus
asa untuk mengajak
remaja meninggalkan V-Day. Dibalik
sikap putusasanya itu,
dibenaknya mungkin keluar
bola lampu ide “cling” yang berkata “sulit melarang V-Day, jadi jangan
dilarang”.
Sobat, nggak sedikit
lho yang berpendapat
kayak gitu. Contohnya
saya sempat dapatdari sebuah millis yang mengungkapkan
pendapatnya begini “Rekan-rekan,
valentine adalah trademark nya remaja yang tengah gandrung dengan cinta kasih.
Itu adalah sesuatu yang positif asal, penerapannya sesuai
dengan sunnah nabi
dan 'ulama salafussalih.
Daripada mengkafirkan orang, atau rame-rame membid'ahkan ajaran
lain, kan lebih baik mempererat tali silaturahim dengan kasih sayang, dan itu
sesuai dengan konsep Islam Rahmatallil'alamin……
Oleh sebab itu kita harus dong melakukan pencerahan ditatanan remaja
sehingga valentine day bisa di positifkan….”
Masih banyak lagi
pendapat serupa, berkeliaran
di dunia maya.
Tapi intinya sama, bahwa mereka setuju kalo remaja nggak
usah dilarang merayakan V-Day tapi kembalikan ke makna
asli V-Day, trus
dibungkus dengan bungkus
Islamy, bahasa gaulnya dilakukan ‘konversi’. Begitchu.
Mereka yang berpendapat kayak gitu pun punya dalih. Apa
dalihnya? Dalilnya adalah walisongo. Yup, seperti apa yang pernah mereka lihat
di film bahwa Sunan Kalijogo ketika mengajarkan
Islam di Indonesia,
menggunakan wayang sebagai
‘alat’. Nah, menurut mereka V-Day bisa dibikin kayak gitu,
seperti apa yang mereka tulis di millis “toh wali songo pun tidak
'ujug-ujug' menghapus ajaran kapitayan,
tapi dilakukan konversi
kedalam ajaran islam. Mari kita
sama-sama melakukan Konversi
Valentine Day kepada
bentuk yang Positif,
sehingga Valentine Day menjadi budaya Remaja yang Islamy.”
Sobat muslim, kita sarankan jangan terkecoh dulu dengan
pendapat macam gitu. Karena mungkin ada yang langsung sregep aja menyambut
tawaran ide semacam itu. Dipikirnya ini ide brilliant. Padahal ada banyak hal
yang musti kita kritisi dari pendapat teman kita ini. Diantaranya:
Pertama,
kata “jangan atau
nggak usah dilarang”
sebagai bentuk keputusasaan
dari perjuangan melawan V-day.
Jelas sifat putus
asa bukan sifat
seorang muslim apalagi mukmin. Disamping itu, perjuangan ini
belum bisa dibilang maksimal. Apa sih yang udah kita sumbangkan
untuk melawan V-Day?
Yang ada kita
malah ikut larut
didalamnya. Bukannya negative
thinking, tapi kita
bicara riilnya aja.
Nggak banyak khan remaja
yang sudi bergabung bersama
barisan untuk melenyapkan
V-Day dari pergaulan
remaja kita? Makanya kata “jangan
dilarang”, ketika ada usaha sebagian pihak melawan V-Day, adalah bentuk provokasi
halus untuk melemahkan
perjuangan anti V-Day.
Jadi nggak usah terkecoh ya ?!
Kedua, membungkus V-Day biar keliatan Islamy, atau
mencarikan dalil agar V-Day terasa ada di dalam Islam. Sebenarnya usaha kayak
gini udah dilakukan pada yang lain, seperti membikin ide
teo-demokrasi. Tapi sebenarnya
ide ini nggak
lebih mencampuradukkan antara
kebenaran dengan kebatilan. Membungkus V-Day dengan Islam hanya akan menjadi deretan
pembenaran atas sebuah kesalahan atau keburukan. Kalo emang ada V-Day islamy, bisa
jadi nanti akan
ada babi islami,
pelacur islami, de
el el. Padahal
udah jelas-jelas babi diharamkan
dalam Islam. Jadi
kalo masih ada
yang ngoceh “bikin
V-Day jadi positif
dan penerapannya sesuai dengan
sunnah nabi dan
'ulama salafussalih” itu
adalah omong kosong. Mana bisa
V-Day yang notabene ajaran kebatilan, diterapkan dengan cara sunnah nabi? Sunah
nabi yang mana, Mas? Mencampuradukkan Islam dengan V-Day sama halnya menyatukan racun
dengan madu dalam
satu gelas. Meski
dikasih label madu,
tetep aja didalamnya ada racun,
dan hanya orang yang kurang waras mau menyantapnya.
Ketiga, “Daripada mengkafirkan orang, atau rame-rame
membid'ahkan ajaran lain kan lebih baik mempererat tali
silaturahim dengan kasih
sayang, dan itu
sesuai dengan konsep
Islam Rahmatallil'alamin”.
Kalo ada tuduhan
menyudutkan Islam nggak
toleran misalnya, biasanya kita
yang muslim udah
menyiapkan tameng membela
diri dan berkompromi dengan para penuduh itu, dan
mengatakan “ah, islam itu sangat toleran koq”. Yang begini ini
diistilahkan defensive apologetic. Nah,
kayaknya itu berlaku juga buat V-Day. Ketika ada yang bilang kalo ajaran V-Day
itu bertentangan dengan Islam, karena sama aja mengikuti ajaran orang kafir,
dan nggak ada tuntunannya dalam Islam alias bid’ah. Maka para pembela V-Day
udah menyiapkan jawaban defensive
apologetic-nya dengan mengatakan “nggak usah begitu, Islam itu khan ajaran yang
rahmatan lil ‘alamin berarti senafas dengan V-Day yang mengajarkan kasih
sayang”. Well, sekali
lagi ini hanya
sebuah pembelaan atas
sebuah kebatilan. Selamanya kebatilan, dibela siapa saja, didukung
dengan dana berapapun, nggak akan pernah menang.
Keempat,
tentang dakwah Wali
Songo. Sejarah tentang
dakwah wali songo
musti ditanyakan validitasnya. Ini penting banget lho sobat, karena
emang seringkali dakwah wali songo dijadikan dalih untuk menerima adat
kebiasaan menjadi suatu yang islamy. Makanya kita perlu mengajak bersama-sama berpikir:
jangan-jangan, para penulis sejarah—termasuk dari kalangan
Muslim sendiri—mengalami bias
dalam merekam peristiwa-peristiwa di masa itu. Mereka bisa mengalami bias
kepentingan, karena seorang penulis pengin menulis sejarah sebagai
lebih baik dari
pendahulunya. Bias juga
bisa muncul akibat
kesulitan menyeleksi sumber data—yang dalam ilmu sejarah adalah
periwayatan. Semakin jauh jarak waktu
antara peristiwa dan
sejarahwan, semakin luas
daerah yang akan
ditulis, dan semakin banyak orang
yang terlibat, akan semakin sulit untuk dipilih mana riwayat yang akurat dan mana
yang tidak. Jangankan menulis seluruh peristiwa di masa itu (yang belum tentu saat
peristiwa terjadi, langsung
ada yang menulisnya)
pada zaman modern
saja, dengan alat-alat komunikasi yang sangat canggih, berita tentang
seorang selebriti saja bisa sangat bias.
Film Wali Songo,
Sunan kalijogo, Syekh
Siti Jenar, nggak
bisa jadi bukti
sejarah juga, karena emang
sejarah nggak bisa dijadikan dalil. Di sisi lain, kalo emang dongeng itu benar,
anggap aja itu penyimpangan sejarah Islam, artinya ya nggak perlu dan nggak
bisa ditiru. Karena menurut An-Nabhani dalam kitab An-Nidham Al-Islam, bahwa sejarah bukan dalil
syariat. Sehingga kalo
didapati dalam dongeng
tadi ada peristiwa
Sunan Kali Jogo mengajarkan Islam dengan membiarkan pake
sesaji atau menggunakan wayang, itu bukan dan nggak bisa dijadikan dalil
syariat. Paham !?
Ok guyz, mengkonversi
hajatan V-Day dengan
Islam nggak bisa
menemukan titik temunya sama
sekali. Malah-malah bikin Islam rusak, bikin kabur ajaran Islam, dan bikin kita
semua sepakat untuk ketawa geli, karena kamu sembunyikan dimanapun, dengan cara
apapun, yang namanya V-Day, udah ketahuan belangnya. Setuju ?!
Tapi ngomong-ngomong masih ada teman kita yang bandel banget
membela V-Day lho, coba perhatikan
“menurut aku hari valentine sama spt hari ibu atau hallowen, itu smua
trsh kita bgmn kita menyikapinya. Saya rasa ga
salah kita ngrayain hari tsb, mungkin orang menganggapnya sbg simbol,
bahwasanya di hari tsb kasih sayang diiwujudkan dg berbagai pernak pernik mis.
coklat, bunga, dsb. ok, gini2, misal aku ngomparasiin hari valentine dg hari
ibu. bukankah hari untuk ibu ngga
harus kita rayain
hanya pd tgl
itu saja? dg
menggantikan pekerjaan ibu,
seharian ibu tidak memasak, dll.
Istilahnya menjadikan ibu
sbg “ratu sehari”.
Kenapa kita ngga
pernah mempermasalahkan hal ini?
kenapa cuma hari
itu aja?”…... Manusia
berhak untuk menyatakan pendapat, tapi
tidaklah bijak menghakimi
bahwasanya sesuatu itu
benar/salah. Tuhanlah yang menilai..”
Awas lho sobat,
nggak usah termakan
ama opini teman
kita ini. Sekali
lagi perlu kita kritisi
pernyataan dia. Hem,
hari valentine disamakan
dengan hari ibu?
Bisa jadi, kalo emang
ada bukti kuat
bahwa telah terjadi
penyimpangan dalam sejarah
bermulanya hari ibu, maka bagi
kita yang muslim, nggak boleh juga merayakan hari ibu. Kalo emang udah tahu
hari ibu atau hari kasih sayang nggak perlu moment, ngapain kita musti ribut pesta hari ibu
atau hari valentine?
Apa? Perlu simbol?
Kalo kasih sayang
perlu simbol, malah orang sibuk mikirin simbolnya, lupa ama
makna kasih sayang-nya yang harusnya tiap hari kita berkasih sayang. Lagian
kalo perlu simbol, dan kamu juga tahu kalo kasih sayang musti tiap hari,
mau nggak menyediakan
hadiah, merchandise, kasih
sayang tiap hari?
Kasih sayang kadangkala emang
butuh simbol, tapi
nggak harus khan?
Justru kalo tiap
kasih sayang butuh simbol (baca: benda), maka itu namanya cinta matre.
Ke laut aja deh !
Satu lagi sobat
mengomentari pernyataan teman
kita tadi, dia
bilang “Manusia berhak untuk
menyatakan pendapat, tapi
tidaklah bijak menghakimi
bahwasanya sesuatu itu
benar/salah. Tuhanlah yang menilai..”.
Ya emang benar
kita diperbolehkan berpendapat,
tapi mbok ya pendapatnya nggak usah yang aneh-aneh,
apalagi bertentangan dengan syariat Islam. Kita bisa mengatakan seseorang atau
sesuatu itu benar atau salah, karena udah ada yang ngasih tahu bahwa itu benar
atau salah. Siapa yang ngasih tahu kita? Ya, kalo orang Islam mah,
AlQur’an dan al-Hadits,
yang disampaikan melalui
lisannya Muhammad Saw
yang diutus sebagai Rasulullah.
Al-Qur’an dan Hadits ibarat peta kehidupan seorang muslim, siapa saja yang
ngikuti pasti nggak bakal tersesat.
Lagian kita harus menilai sesuatu itu benar atau salah,
sebab emang di dunia ini khan ada hitam ada putih, ada baik ada buruk, kalo ada
yang bener pasti ada yang salah. Dan di akhirat cuman ada surga dan neraka.
Tapi yang punya hak menentukan benar atau salah cuma Allah
SWT, dan sekali
lagi Allah SWT
khan udah mengutus
Rasul-Nya yang membawa Risalah.
Risalah-Nya disiapkan untuk
manusia dan seluruh
alam ini. Gitu, Paham !
Gimana udah makin paham dan nggak ada yang berani bikin
ribut soal ketidakbolehan V-Day khan? Apa !!! Masih ada? Waduh, bener-bener
nggak kapok bikin dosa neh orang. Baiklah, tinggal satu ini kita ladeni aja.
Doi bilang begini “klo kata gw sih boleh
juga Freesex islamy, mut'ah juga bisa dikatakan freesex islami. cuma masalahnya
ada yang mau gak?? …. tinggal di legalkan saja, asal jelas kontribusinya buat
ummat.., justru dengan kita bisa melakukan sex dengan optimal, pikiran kita
bisa fresh, makanya orang2 barat pada cerdas, ya karena kebutuhan dasarnya terpenuhi
tidak seperti kita...”
Wah, kalo yang
ini mah bukan
bandel lagi, tapi
udah keseleo kali
otaknya. Tolong bedakan antara
“seks” dengan “free
seks” Islamy. Kalo
free seks islamy
mana ada? Kalo seks islamy memang ada, yakni yang
dilakuin suami isteri atas pernikahan yang sah. Ada seorang teman pernah
cerita, bahwa ada seorang WTS yang ditanyain
“mbak, setuju nggak dengan free seks?”. Si pelacur itu menjawab “wah, ya nggak setuju dong, mas?”. Lho
koq? “Iya, profesi kita khan WTS alias
pekerja seks, sedangkan free seks itu khan maksudnya seks yang bebas. Kita ini
pekerja, tapi koq nggak dibayar. Jelas nggak mau dong” Gubrakz!
Melakukan seks optimal
bisa bikin fresh
otak? Ah, ngibul
banget neh orang.
Kentara sekali orang yang
kayak gini penganut
freudisme. Sigmund Freud
seorang psikolog Barat yang
meletakkan kebutuhan akan
seks sebagai kebutuhan
pokok, layaknya makan
dan minum. Jadi menurut doi, kalo nggak nge-seks manusia bakalan mati.
Para pengikut ide ini disebut Freudisme. Jelas ini pendapat yang ngawur dan
nggak pernah terbukti. Nggak ada ceritanya
orang nggak kawin, trus kemudian dia mati. Ini mengada-ada.
Nggak matching banget kecerdasan dihubungkan dengan seks.
Kalo pun ada orang Barat yang cerdas, kita yakin pasti bukan karena seks. Tapi
salah satu faktornya karena di Barat banyak
fasilitas yang bikin
orang cerdas, yang
nggak dimiliki ama
orang disini. Lagian siapa
bilang orang cerdas
karena seks. Di
Barat malah justru
kriminalitas seksual menduduki
peringkat atas sebagai penyumbang kerusakan di Barat. Akur ?!
Ok sobat, itu
tadi pendapat teman-teman
kamu yang saya
dapatkan di milis
sebelah. Moga aja nggak ada yang bikin masalah lagi soal V-Day. Bukannya
takut untuk menjawab tantangan mereka. Tapi kayaknya, mereka nggak kehabisan
akal, untuk terus mencari-cari alasan biar aktivitas mereka ngerayain V-Day,
jadi legal. Dan apapun alasan mereka, tetep Islam punya jawabannya, serta udah
pasti bisa mematahkan argument mereka.
Walhasil, sepanjang apapun alasan kamu, segetol apapun
pembelaan kamu, nggak akan pernah
bisa membuat V-Day
jadi halal. Stop,
berhentilah membela V-Day.
Yuk udah saatnya Islam jadi
pegangan hidup kita. Yuk ya Yuk!
Barakallah.. Semoga Bermanfaat..
klik:
lukyrouf.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar