AHLAN WA SAHLAN

Senin, 13 Februari 2017

V-Day, budaya atau agama?

V-Day, budaya atau agama?




Luky B Rouf
Creative Writer
Inspirator #YukMoveOn | Pengkader Pendakwah Ideologis
Publishing Manager Al Azhar Press
Kontributor Tabloid Mediua Umat, dakwahremaja.com
Owner D’Walimah Organizer Pernikahan Islami
Chief Operational Officer MoveON Inspiration

Mengupas atawa membandingkan keduanya puenting banget, sobat. Coz sebagian sobat remaja yang ngerayain V-Day, mungkin ada yang masih bisa ngeles atau nyari-nyari alasan agar  aktivitasnya  bisa  legal.  Salah  satunya  mungkin  ada  yang  bilang  “kalo  bicara  V-Day jangan  dikaitin  ama  agama  dong”.  Sekilas  aja  alasan  itu  kayaknya  masuk  akal  juga  ya, makanya wajar aja banyak yang ngangguk tanda setuju. Dan remaja kayaknya udah nemuin alasan yang tepat buat membantah kalo agama (Islam) memang nggak ada kaitannya  sama sekali dengan V-Day.

Padahal alasan yang gini ini, pertanda kalo di benak sobat muslim udah terserang virus sekularisme. Tahu khan sekularisme? Itu lho paham yang setuju banget memisahkan agama nggak boleh ikut campur ngatur masalah kehidupan. Yang pada awalnya ide atau paham ini  berasal  dari  Barat,  ketika  agama  (Kristen)  dianggap  “memasung”  kreatifitas  para ilmuwan untuk menelorkan ide. Karena emang pada saat itu agamawan (Kristen) dijadiin tameng para raja dan kaisar di Eropa untuk melegalkan dan menjustifikasi setiap kebijakan yang dibikinnya. Karuan aja, hal ini menuai protes dari para cendekiawan saat itu, sehingga sering terjadi cekcok antar keduanya. Sementara karena yang berkuasa para raja dan ataukaisar,  mereka  yang  kayaknya  mendominasi  kekuatan  saat  itu,  sehingga  seringkali  para ilmuwan kudu ngalah atau bahkan kalo menentang akan dihukum oleh penguasa saat itu.

Contohnya ilmuwan Galileo Galilei yang punya ide bahwa pusat tata surya adalah Matahari (Heliosentris),  sementara  pihak  gereja  dan  raja  udah  punya  pendapat  duluan,  kalo  pusat tata surya adalah Bumi (Geosentris). Si Galileo kekeuh dengan pendapatnya, karena itulah dia  musti  menerima  hukuman  dari  sang  raja,  karena  dinilai  tidak  taat  padanya.  Keadaan seperti  itu  berlangsung  terus  selama  bertahun-tahun,  hingga  Eropa  memasuki  masa  Dark Age. Sampe prostes para cendekiawan atau ilmuwan itu memuncak yang titik kulminasinya diambillah  jalan  tengah.  Agama  cuman  boleh  bergerak  di  gereja-gereja,  sementara  untuk urusan kehidupan sehari-hari, jadi urusan para cendekiawan untuk mengaturnya yang saat itu disebut masa Renaisance alias kebangkitan.

Ide  sekularisme  itu  dianggap  manusiawi  dan  di  sisi  lain  ternyata  Barat  menggunakan sekularisme  sebagai  alat  penjajahan.  Untuk  itulah  sekularisme  akhirnya  dibawa  juga  ke negeri-negeri  Islam.  Rupanya  upaya  sekularisme  ini  berlaku  juga  pada  masalah  V-Day, sehingga sampe-sampe remaja kita bilang “nggak usah bawa-bawa agama”. Tapi apa benar ya, V-Day  nggak  ada  kaitannya  dengan  agama  atau  pun  budaya?  Hem..  buat  kamu  yang kekeuh berpendapat kayak gitu, mending baca lagi tulisan yang udah-udah. Dan ternyata V-Day berasal dari Agama Kristen dan Budaya Romawi Kuno khan?

Kita kupas dari sisi budaya dulu aja deh. Kalo emang bener legenda itu berurat akar dari Romawi  Kuno,  mustinya  nggak  pantas  buat  kita  untuk  ngadopsinya.  Bukan  aja  nggak pantas,  tapi  budaya  pagan  itu  emang  bertentangan  dengan  fitrah  manusia  alias  nggak manusiawi.  Tahu  khan  budaya  Pagan?  Yup  budaya  pagan  itu  sama  dengan  budaya jahiliyah, budaya jahiliyah itu identik dengan kebodohan.

Gini  aja  deh,  daripada  kita  yang  memvonis  budaya  pagan  identik  dengan  kebodohan, mending bareng-bareng kita berpikir tentang akar sejarah budaya jahiliyah di masa sebelum Islam datang, atau pada masa sebelum para nabi diutus. Contohnya di masa Nabi Ibrahim, ketika  kaumnya  menyembah  berhala,  Nabi  Ibrahim  khan  sudah  mencela  tuhan-tuhan mereka. Karena tuhan yang mereka agungkan berupa berhala batu atau tuhan bikinan. Saat itulah  Nabi  Ibrahim  mengajak  kaumnya  menyembah  tuhan  yang  benar,  yang  manusiawi, yakni  Allah  SWT  dan  meninggalkan  budaya  jahiliyah  menyembah  berhala.  Karena  tuhan yang mereka sembah berupa berhala itu nggak sedikit pun bisa menolong mereka. Sampesampe  kalo  ada  lalat  yang  nemplok  di  wajah  para  berhala  itu,  dia  (berhala)  sendiri  pun nggak kuasa untuk mengusirnya. Nah kalo melindungi diri sendiri aja kagak bisa, gimana bisa dijadiin tuhan yang akan melindungi orang yang disembah. Ya nggak?

Ajakan  untuk  ninggalin  budaya  jahiliyah  itu  nggak  cuman  di  jaman  Nabi  Ibrahim,  di masa  Rasulullah  SAW  ketika  beliau  di  Mekah  menyebarkan  Islam  juga  seperti  itu.  Dan siapapun dari kita yang beragama, pasti akan setuju kalo budaya kayak gitu adalah budaya jahiliyah. Buktinya pihak gereja yang saat itu diwakili Paus Galesius I, menganggap budaya Romawi  Kuno  berupa  festival  Lupercalia  adalah  budaya  yang  salah  atau  menyimpang, sampe  kemudian  dia  menganggap  budaya  itu  kudu  dihilangkan  atau  paling  nggak dibungkus dengan hal-hal yang berbau agamis (Kristen).

Bukan berarti ketika udah ada agama yang lurus dan manusiawi, berarti budaya jahiliyah itu hilang. Nggak juga. Di Indonesia sendiri, selain agama kita juga diperbolehkan punya aliran  kepercayaan,  yang  katanya  aliran  kepercayaan  ini  akarnya  berupa  adat  budaya, seperti Gatoloco, Darmogandol, dll. Padahal dari segi praktiknya, banyak ritual dari aliran kepercayaan  itu  yang  bertentangan  dengan  agama  (Islam),  bahkan  bisa  jadi  menuhankan para berhala-berhala baru, seperti sebuah keris, dengan ritual seperti doa-doa yang nggak jelas sumbernya, kemenyan, dll.

Itulah  budaya,  friend.  Nggak  bisa  dijadikan  standar  benar  atau  salah,  manusiawi  atau nggak.  Malahan  bisa  membuat  orang  keblinger,  ketika  harus  mencari  tuhan  lewat  jalur budaya. Nah, seperti itu juga yang terjadi pada budaya V-Day versi Romawi Kuno.

Oya  tadi  kita  katakan  juga  kalo  budaya  jahiliyah  itu  budaya  yang  nggak  manusiawi atawa  nggak  sesuai  fitrah  manusia.  Ya,  karena  emang  pada  fitrahnya  manusia  itu  butuh “yang  disembah”,  meskipun  dia  orang  atheis  atau  komunis  sekalipun.  Manusia  memang nggak  bisa  menghindar  untuk  selalu  mengagungkan  sesuatu  sebagai  tuhan,  yang  bisa dilakuin oleh manusia adalah “mengalihkan” tuhan-nya siapa atau apa. Orang atheis emang tidak menyembah tuhan layaknya orang Islam ataupun Kristen, tapi dia mengalihkan rasa kebutuhan akan sang pencipta kepada para tokoh komunis, benda-benda yang menurutnya magis. Nah, ketika kita mencari tuhan, trus nemuin tuhan yang seperti itu (komunis, atheis, pagan), maka sebagai fitrahnya manusia, apakah akal kita puas, apa hati kita tentram? Kalo kita tentram binti puas, itu artinya kita masih berpikir jahiliyah. Begitcu…

Mungkin ada juga yang setuju kalo V-Day itu dibilang budaya, tapi bukan budaya kuno, malahan dibilang V-Day itu budaya modern yang berasal dari Barat. Untuk itu, doi sampe ngebelain  untuk  ngajak  orang  ninggalin  V-Day  karena  menurutnya  nggak  sesuai  dengan adat  budaya  bangsa  timur,  termasuk  Indonesia.  Ada  yang  nyeletuk  bilang  kalo  aktivitas seks bebas, pornografi, pornoaksi, selama berlangsunya V-Day itu nggak sesuai dengan adat bangsa ini, yang masih kuat memegang adat ketimuran. Menurutnya, V-Day sudah berbau kebarat-baratan. Jadi, nggak pas kalo budaya Barat itu kita contek untuk kita yang disini.

Kalo ada yang ngomêl seperti itu,  mungkin ada benarnya juga. Tapi nggak 100% benar. Sebab  apa  yang  disebut  Barat  atau  Timur,  seharusnya  mewakili  ideologi  negara-negara yang disebut Barat dan Timur. Tapi kenyatannya apa bisa dibilang budaya Timur itu lebih sopan dari Barat? Gimana dengan budaya Kamasutra yang dimiliki orang-orang Hindustan. Atau kalo kita teliti relief-relief candinya orang Budha atau Hindu yang ada di Indonesia, disitu terdapat gambar-gambar porno. Kita tahu banget khan, kalo candi itu dibikin udah ratusan taun yang lalu, bahkan sebelum negeri ini terbentuk. Nah lho !

Emang di negeri-negeri Barat kayak di Eropa pada abad yang udah baheula, pas jaman Victorian, udah ada pornografi. Bahkan dalam kamus fashion mutakhir, sebuah jenis Beha Kinky  bernama  Victorian  Corsette  pun  dibuat  dengan  melihat  semangat  kultural  Eropa pada jaman tersebut.

Di Amerika kita lihat film-film Amerika yang bahkan kalo kita mensurvey secara statistik maka kita akan mendapati bahwa Amerika merupakan negeri produsen film BF terbesar di dunia. Industri besar produsen film berlendir seperti Vivid Enterprise, Hustler, hingga yang indie label semacam Dogfart adanya di Amerika. Majalah produsen gambar porno seperti Playboy,  Penthouse,  Hustler,  dll  adanya  juga  di  Amerika.  Bahkan  industri  ketelanjangan yang memasarkan via internet juga terbesar berpusat di Amerika.

Tapi bukan berarti orang timur lebih baik dari semua itu. Selain contoh diatas, akhirnya orang  Timur  atau  bahkan  Indonesia  sendiri  udah  bisa  bikin  film  porno,  atau  VCD  porno, kayak “bandung lautan asmara” atau “anak ingusan” yang dulu pernah heboh. Sementara itu industri seks terbesar juga berada di Indonesia, tepatnya di Gang Dolly (Surabaya), dan Kanton  (cina).  Bahkan  keduanya  disinyalir  omzetnya  lebih  gede  dari  distrik  Harlem  di Amsterdam  Belanda.  Nggak  cukup  itu,  di  dunia  maya,  Indonesia  juga  mendapat  juara peringkat dua setelah Rusia, sebagai negara yang membebaskan budaya porno via internet.

Nah  sobat,  amat  sangat  nggak  tepat  sekali,  kalo  kita  mengukur  V-Day  dengan  budaya timur, atau membatasi masalah porno dari segi budaya aja. Sebab, emang faktanya ukuran atau standar itu absurd bin nisbi. Kalo ukuran V-Day itu cuman dibatasi oleh sekat budaya sebuah negara, maka itu akan sangat relatif. Karena seperti kita tahu juga bahwa budaya itu adalah hasil  produk manusia. Maka akan sangat dipengaruhi oleh siapa yang bikin budaya tersebut.

Emang sih kalo melihat akar sejarahnya V-Day berasal dari budaya Romawi Kuno, tapi seiring berkembangnya jaman ternyata perayaan V-Day khan nggak cuman urusan budaya, tapi  juga urusan perilaku, nilai dan norma atau bahkan agama. Karena toh akhirnya V -Day nggak  cuman  dirayain  oleh  orang  Romawi  atau  Kristen,  nyatanya  termasuk  kita  yang muslim  pun  ikut latah merayakannya.  Nah  kalo  kita ngaku  muslim,  udah  pasti  kita  akan bertanya kepada agama kita Islam. Tul nggak sobat?

Ok,  sekarang  kita  kupas  dari  sisi  apa  V-Day  itu  termasuk  ritual  agama  atau  nggak. Kembali lagi kalo kamu ngebaca apa yang udah kita kupas sebelumnya, ternyata ritual VDay  adalah  memperingati  kematian  seseorang  yang  bernama  Valentine.  Entah  Valentine seorang pastur, seorang bishop ataupun orang biasa, (apalagi kalo orang-orangan sawah… hee..nggak  ding),  tapi  sejarah  menunjukkan  bukti  kalo  ritual  memperingati  kematian  itu dilakuin oleh orang Kristen atau pihak gereja. Itu artinya memang ritual V-Day berasal dari agama, lebih khusus lagi adalah Kristen.

Trus kenapa kalo emang V-Day berasal dari agama Kristen? Ya, berarti itu udah jadi ‘hak milik’ agama itu, dan nggak layak bagi agama lain ikut ngerayainnya, apalagi  kalo secara sukarela bin ikhlas kita ikut merayakannya. Kalo itu udah jadi ritual dari agama tertentu, maka itu artinya bagian dari cara ibadah mereka. Sama aja kalo misalnya sholat lima waktu udah jadi bagian dari cara ibadah umat Islam, masak orang Kristen, budha atau hindu ada yang  mau  ikutan  sholat?  Nggak  ada  khan?  Nah,  aneh  banget  kalo  V-Day  itu  udah  jadi bagian  cara  ibadahnya  orang  Kristen,  eh..  kita  malah  seneng  banget  ngikutinnya.  Dasar tulalit.

Untuk lebih detilnya pembahasan V-Day diteropong dari  sisi Islam akan dibahas di bab berikutnya.  Tapi  setidaknya  dari  sini  kita  udah  yakin  banget  kalo  V-Day  nggak  ada  akar sejarahnya  dari  agama  kita  Islam.  Upaya  untuk  membolehkan  ritual  V-Day  bercampur budaya  maupun  agama  Islam,  sebuah  usaha  yang  sia-sia  aja,  karena  nggak  akan  pernah terkait atau bahkan bertentangan 180 derajat.


Jadi  kalo  di  awal  tadi  disinggung  tentang  nggak  boleh  bawa-bawa  agama  kalo ngomongin V-Day, ternyata eh ternyata lha wong V-Day itu bawaan dari agama tertentu. Ya  kalo  nggak  disangkutin  agama  ya  pasti  nyangkut,  karena  emang  V-Day  bagian  ritual atau cara ibadah. Adapun kalo V-Day itu diadopsi secara universal, pertanyaannya adalah apa pantas atau seberapa penting V-Day dijadikan ritual yang universal? Jangan dikaitkan dulu  V-Day  dengan  kasih  sayang,  konon  katanya  V-Day  diperingati  sebagai  hari  kasih sayang. Karena nggak setiap kasih sayang terwujud dalam V-Day, dan nggak setiap ritual V-Day adalah berupa kasih sayang. Sehingga dari sisi sumber sejarah, ritual dan perayaanya sendiri emang  V-Day nggak layak dijadikan ajaran universal. Siapa yang berani menjamin kalo  perayaan  V-Day  selalu  berbuntut  kasih  sayang?  Nggak  ada  khan?  Yang  ada, praktiknya  malah  V-day  dijadikan  ritual  anak  manusia  untuk  baku  syahwat,  entah  itu pacaran ataupun zina itu sendiri.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar