Penentuan Awal dan
Akhir Ramadhan
Mencari solusi
persatuan umat
Madzhab-madzhab dalam penentuan awal akhir Ramadhan
•
hisab:
1. Menentukan awal dan akhir Ramadhan cukup dengan perhitungan
(hisab) dan tidak perlu melihat bulan, dalil melihat bulan karena waktu itu
ilmu pengetahuan (matematika, astronomi / falaq) belum berkembang
2. Dalil ayat Al Quran lebih kuat dari Hadits
•
rukyat
1. lokal:
Bila terlihat bulan pada suatu daerah maka yang wajib
berpuasa adalah orang-orang yang tinggal di daerah tersebut dan daerah lain
wajib melakukan rukyat sendiri
2.
international
Bila terlihat bulan dimanapun tempatnya maka wajib berpuasa
bagi seluruh kaum muslimin di dunia hari itu juga
Dalil Ahlul hisab
“Dialah yang menjadikan matahari bersinar, dan
bulan bercahaya, dan ditetapkan manzilah-manzilah bagi perjalanan bulan itu, supaya
kamu mengetahui bilangan tahun dan perhitungan waktu.”
Dia menjelaskan tanda-tanda (kebesaran-Nya) kepada orang-orang yang
mengetahui.
(Qs. Yunus [10]: 5).
(Qs. Yunus [10]: 5).
Kelemahan Dalil Ahlul Hisab
•
Walaupun menggunakan dalil
dari Al Quran, akan tetapi Ayat tersebut
bersifat umum untuk semua perhitungan waktu, dan bukan khusus untuk penentuan
awal dan akhir ramadhan
•
Hadits-hadits tentang
ru’yat merupakan dalil khusus tentang penetuan awal dan akhir Ramadhan
•
Jumhur ulama menyatakan
bahwa penentuan awal dan akhir Ramadhan adalah dengan ru’yat, sedangkan
penggunaan hisab diperbolehkan untuk membantu perkiraan pelaksanaan ru’yat
Dalil Ahlur Ru’yat
Rosulullah SAW bersabda yang artinya, “Jika kalian
melihatnya (hilal bulan Romadhon) maka berpuasalah. Dan jika kalian melihatnya
(hilal bulan Syawwal) maka berhari rayalah, akan tetapi jika ia (hilal)
terhalang dari pandangan kalian maka kira-kirakanlah”, dalam riwayat lain “…maka
sempurnakanlah bilangan bulan Sya’ban menjadi 30 hari.”
(HR. Bukhori dan Muslim)
Madzhab Ahlul Ru’yat
- Rukyat Internasional:
Ketiga imam madzhab (Abu Hanifah, Maliki, Ahmad) berpendapat
bahwa awal Ramadhan ditetapkan berdasarkan ru’yat global, tanpa
mempertimbangkan perbedaan mathla’.
2. 2. Rukyat Lokal (Para pengikut madzhab Syafi’i )
Apabila ru’yatul hilal di suatu daerah telah terbukti, maka
penduduk yang terdekat di sekitar daerah tersebut wajib berpuasa. Ukuran
kedekatan di antara dua daerah dihitung menurut kesamaan mathla’, yaitu jarak
keduanya kurang dari 24 farsakh (sekitar 120km). Adapun penduduk daerah yang
jauh, maka mereka tidak wajib berpuasa dengan ru’yat ini, karena terdapat
perbedaan mathla’.” (Abdurahman Al-Jaziri, Al-Fiqh ‘Ala Al-Madzhahib Al-Arba’
ah, Jilid I, hlm. 550).
Dalil Ahlur Ru’yat Lokal
Dari Kuraib : Sesungguhnya Ummu Fadl binti Al-Haarits
telah mengutusnya menemui Mu’awiyah di Syam. Berkata Kuraib : Lalu aku datang
ke Syam, terus aku selesaikan semua keperluannya. Dan tampaklah olehku (bulan)
Ramadlan, sedang aku masih di Syam, dan aku melihat hilal (Ramadlan) pada malam
Jum’at. Kemudian aku datang ke Madinah pada akhir bulan (Ramadlan), lalu
Abdullah bin Abbas bertanya ke padaku (tentang beberapa hal), kemudian ia
menyebutkan tentang hilal, lalu ia bertanya ; “Kapan kamu melihat hilal
(Ramadlan) ? Jawabku : “Kami melihatnya pada malam Jum’at”. Ia bertanya lagi :
“Engkau melihatnya (sendiri) ?” Jawabku : “Ya ! Dan orang banyak juga
melihatnya, lalu mereka puasa dan Mu’awiyah Puasa”. Ia berkata : “Tetapi kami
melihatnya pada malam Sabtu, maka senantiasa kami berpuasa sampai kami
sempurnakan tiga puluh hari, atau sampai kami melihat hilal (bulan Syawwal) “.
Aku bertanya : “Apakah tidak cukup bagimu ru’yah (penglihatan) dan puasanya
Mu’awiyah ? Jawabnya : “Tidak ! Begitulah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam, telah memerintahkan kepada kami”.
Hadits ini telah dikeluarkan oleh: Muslim (3/126), Abu Dawud
(No. 2332), Nasa’i (4/105-106), Tirmidzi (No. 689), Ibnu Khuzaimah (No. 1916),
Daruquthni (2/171), Baihaqy (4/251) dan Ahmad (Al-Fathur-Rabbaani 9/270),
semuanya dari jalan : Ismail bin Ja’far, dan Muhammad bin Abi Harmalah dari
Kuraib dari Ibnu Abbas. Berkata Imam Tirmidzi : Hadits Ibnu Abbas hadits :
Hasan-Shahih Gharib. Berkata Imam Daruquthni : Sanad (Hadits) ini Shahih. 1
Pembagian hadits
- Dilihat
dari jumlah tsanat
- Mutawatir
- Ahad
- Masyhur
- Aziz
- Gharib
- Mutlaq
- Nisbi
- Dilihat
dari penyandaran matan
- Marfu’
- Hakiki
- Hukman
- Mauquf
Status Hadits Kuraib
•
Dilihat dari sisi tsanat
merupakan hadits Shahih, Ahad, Gharib mutlak, yakni hadits yang diriwayatkan
dengan tsanat yang tsiqah, dari satu jalur diawal tsanat
•
Dilihat dari penyandaran matan
hadits merupakan hadits Mauquf, yakni tidak bersandar secara langsung kepada
nabi tetapi pada shahabat dalam hal ini adalah pada Ibnu Abas ra
Mensikapi Hadits Kuraib
•
Para ulama mujtahidin
berpendapat kebanyakan hadits mauquf adalah dho’if dan tidak dapat dipakai
sebagai hujjah.
•
Apabila hadits mauquf itu
termasuk hadits sahih, boleh dipakai asal tidak berselisih dengan dalil-dalil
yang lain
•
Fakta hadits shahabat
Kuraib ini walaupun sahih, tetapi ia termasuk hadits Gharib secara tsanat, dan
Mauquf secara matan, maka hadits ini lemah
•
Kelemahan hadits ini juga
karena berselisih dengan hadits-hadits lain yang lebih kuat statusnya, seperti
hadits shahih marfu’ (haditsnya bersandar langsung pada Rasulullah)
•
Dimungkinkan sekali hal
tersebut adalah Ijtihad Ibnu Abas, karena berselisih dengan banyak hadits dan
kebiasaan shahabat lainnya
•
Mengikuti ijtihad shahabat
adalah boleh
Hadits 511 Kitab Bulughul Maram
Dari Abu Umairah Ibnu Anas Ibnu Malik Radliyallaahu ‘anhu
dari paman-pamannya di kalangan shahabat bahwa : suatu kafilah telah datang,
lalu mereka bersaksi bahwa kemarin mereka telah melihat hilal (bulan sabit
tanggal satu), maka Nabi Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam memerintahkan mereka
agar berbuka dan esoknya menuju tempat sholat mereka.
(HR Ahmad dan Abu Dawud. Lafadznya menurut Abu Dawud dan
sanadnya shahih)
Hadits 675 Kitab Bulughul Maram
Ibnu Umar Radliyallaahu ‘anhu berkata: Orang-orang
melihat bulan sabit, lalu aku beritahukan kepada Nabi Shallallaahu ‘alaihi wa
Sallam bahwa aku benar-benar telah melihatnya. Lalu beliau berpuasa dan
menyuruh orang-orang agar berpuasa.
(H R Abu Dawud. Hadits shahih menurut Hakim dan Ibnu Hibban)
Hadits 676 Kitab Bulughul Maram
Dari Ibnu Abbas Radliyallaahu ‘anhu bahwa ada seorang Arab
Badui menghadap Nabi Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam, lalu berkata: Sungguh
aku telah melihat bulan sabit (tanggal satu). Nabi Shallallaahu ‘alaihi wa
Sallam bertanya: “Apakah engkau bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah?” Ia
berkata: Ya. Beliau bertanya: “Apakah engkau bersaksi bahwa Muhammad itu utusan
Allah.” Ia menjawab: Ya. Beliau bersabda: “Umumkanlah pada orang-orang wahai
Bilal, agar besok mereka berpuasa.”
( Riwayat Imam Lima. Hadits shahih menurut Ibnu Khuzaimah
dan Ibnu Hibban, sedang Nasa’i menilainya mursal)
Kesimpulan Tentang Hadits Kuraib
•
Hadits Kuraib bisa jadi itu
pendapat sahabat Ibnu Abas, dan semua sahabat berhak berijtihad
•
Tiada seorangpun yang
maksum, kecuali Rasulullah. Dan bila terjadi kesalahan dalam berijtihad Allah
memberinya satu pahala dan bila benar dua pahala
•
Pendapat yang lebih kuat
adalah siapapun yang melihat bulan (hilal) asal dia muslim (mau disumpah
dengansyahadat) maka kesaksiannya diterima dimanapun ia melihatnya, karena yang
demikianlah yang dilakukan Rasulullah dalam beberapa hadits sahih
Bolehkah Berbeda Hari Lebaran?
•
Umat Islam wajib terikat
dengan syariat / hukum Islam
•
Bila tidak mampu menggali
hukum syara’, maka wajib baginya mengambil pendapat para mujtahid dalam masalah
hukum
•
Pendapat Mujtahid adalah
hukum syariat yang mengikat bagi pengikutnya selama dilandaskan pada nash-nash
syara’
•
Berbeda pendapat selama
berpegang pada dalil adalah boleh
•
Perbedaan adalah Rahmat
Sikap Dalam Berbeda Pendapat
•
Menghargai pendapat saudaranya
selama mereka berpegang pada dalil-dalil syara’
•
Mengedepankan persatuan /
ukhuwah Islamiyah, tidak memaksakan kehendak
•
Mentaati keputusan Kholifah
walaupun berbeda pendapat selama tidak diperintahkan kepada kebatilan
Taat Pada Khalifah
“Hai orang-orang yang beriman, taatilah oleh kalian Allah,
rasul, dan ulil amri (penguasa) di antara kalian....”
(QS An Nisa; 59)
Kami membai’at Rasulullah saw untuk setia mendengarkan
dan mentaati perintahnya, baik dalam keadaan susah maupun mudah, baik dalam
keadaan yang kami senangi atau pun kami benci, dan benar-benar kami dahululukan
(HR Muslim).
Mendengar dan taat kepada seorang (pemimpin) muslim wajib
dalam hal yang disulai atau dibenci selama tidak diperintahkan maksiat. Apabila
diperintahkan maksiat, maka tidak boleh mendengar dan taat
(HR al-Bukhari).
Kami membaiat untuk mendengar dan taat dalam yang kami
senangi atau kami benci, keadaan lapang atau sempit, benar-benar kami
prioritaskan, dan tidak mencabut kekuasaan dari pemegangnya, kecuali “kamu
melihat kekufuran yang nyata, yang kalian memiliki dalil jelas dari Allah
(HR Muslim).
Kaidah Ushul
“Amru al-Imâm yarfa‘u al-khilâf “
perintah imam/khalifah meniadakan perbedaan
Problem Utama Penyatuan Ramadhan
•
Adalah tidak adanya
pemimpin yang ditaati untuk memutuskan penyatuan awal dan akhir Ramadhan
•
Adanya sekat-sekat
Nasionalisme yang merupakan penghalang terbesar bagi penyatuan kaum muslimin
selain fanatisme madzhab yang sempit
Saatnya Bersatu
•
Utamakan ukhuwah Islamiyah,
daripada fanatisme, madzhab dan Nasionalisme
•
Sadarkan Umat untuk kembali
kepada naungan Islam
•
Tegakkan kepemimpinan umum
kaum muslimin diseluruh dunia dengan menegakkan Khilafah Islamiyah
Maroji’ Daftar Pustaka
•
www.hizbut-tahrir.or.id
•
www.kanwildepag-dki.com
•
www.moonsighting.com
•
www.physicalgeography.net
•
www.danlain-lain.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar