AHLAN WA SAHLAN

Jumat, 10 Februari 2017

Benarkah Termasuk Telah Mengkafirkan Umat Islam Serta Para Pemimpin Mereka, Lantaran Menyebut Negeri-Negeri Kaum Muslim Yang Ada Saat Ini Dengan Sebutan Daaru-L-Kufr (Negara Kufur)

Benarkah Termasuk Telah Mengkafirkan Umat Islam Serta Para Pemimpin Mereka, Lantaran Menyebut Negeri-Negeri Kaum Muslim Yang Ada Saat Ini Dengan Sebutan Daaru-L-Kufr (Negara Kufur), Karena Tidak Menerapkan Sistem Islam, Yakni Khilafah Islamiyyah. Serta Menyebut Kematian Kaum Muslimin Saat Ini Dengan Mati Dalam Keadaan Jahiliyah, Di Mana Kondisi Jahiliyyah Identik Dengan Kesyirikan Dan Kekufuran.


Penjelasan

Negeri-negeri kaum muslim saat ini adalah daaru-l-kufr (negara kufur) karena tidak berhukum dengan hukum Allah swt. Hal ini sesuai dengan pandangan jumhur ‘ulama, bahwa negara yang tidak memberlakukan hukum Islam bukanlah daaru-l-islaam (negara islam), melainkan daaru-l-kufr.

قال الجمهور دار الإسلام هي التي نزلها المسلمون وجرت عليها أحكام الإسلام . وما لم تجر عليه أحكام الإسلام لم يكن دار إسلام وإن لاصقها . فهذه الطائف قريبة إلى مكة جدا ولم تصر دار إسلام بفتح مكة .

Jumhur ‘ulama berkata: daaru-l-islaam adalah negara yang dihuni oleh kaum muslim dan berlaku di dalamnya hukum-hukum Islam. Setiap yang tidak berlaku di dalamnya hukum-hukum Islam, bukanlah daaru-l-islaam meski ia berdekatan dengannya. Dan ini negeri Thaif, sangat dekat dengan Mekah, tapi tidak secara otomatis menjadi daaru-l-islaam dengan peristiwa Fathu Makkah.” (Ibn Qoyyim Al-Jauziyyah, Ahkaamu Ahli-dz-Dzimmah, 2/728)

Akan tetapi, penyebutan terhadap suatu negeri dengan sebutan daaru-l-kufr, tidak berarti menganggap semua penghuninya kafir. Istilah daaru-l-kufr hanya menandakan bahwa negeri tersebut tidak berhukum dengan hukum-hukum Islam. Demikian sebaliknya, sebutan daaru-l-islaam tidak berarti menganggap semua penghuninya muslim, karena daaru-l-islam pada faktanya juga dihuni oleh non-muslim, baik berstatus sebagai kafir dzimmiy maupun kafir musta-min.

Adapun penguasa yang tidak menerapkan hukum islam : jika perbuatannya disertai keyakinan maka dia kafir, jika tidak disertai keyakinan maka dia brdosa (zhaalim/faasiq).

وقد أمر الله السلطان أن يحكم بما أنزل الله على رسول الله، وجعل مَن حكم بغير ما أنزل الله كافراً إن اعتقد به واعتقد بعدم صلاحية ما أنزل على رسوله، وجعله عاصياً إن حكم به ولم يعتقده .

“Allah swt telah memerintahkan penguasa untuk berhukum dengan apa yang Allah swt turunkan atas Rasulullah saw, dan menjadikan siapa-siapa yang berhukum dengan selain apa yang diturunkan Allah swt sebagai kafir jika menyakininya, dan meyakini tidak adanya kemaslahatan pada apa yang diturunkan atas Rasul-Nya, serta menjadikannya bermaksiat jika berhukum dengannya (selain hukum Allah swt) tanpa meyakininya.” 
[Syaikh Taqyuddin An-Nabhaaniy, Muqaddimatu-d-Dustuur, hlm 6]

وقال عكرمة ومن لم يحكم بما أنزل الله جاحداً به فقد كفر ومن أقر به ولم يحكم به فهو ظالم فاسق وهذا قول ابن عباس أيضاً .

“Berkata ‘Ikrimah ra: siapa-siapa yang tidak berhukum dengan apa yang diturunkan Allah swt karena keingkaran terhadapnya maka dia benar-benar telah kafir, dan siapa-siapa masih mengakuinya tapi tidak mau berhukum dengannya maka dia zhalim lagi fasiq. Ini juga perkataan 
Ibn ‘Abbas ra.” 
[Tafsiir Al-Khaazin, 2/289]

والمراد بالميتة الجاهلية وهي بكسر الميم حالة الموت كموت أهل الجاهلية على ضلال وليس له امام مطاع لأنهم كانوا لا يعرفون ذلك وليس المراد أنه يموت كافرا بل يموت عاصيا

“Yang dimaksud dengan kematian jahiliyah [dengan mim dibaca kasroh] adalah keadaan kematiannya seperti kematian masyarakat jahiliyyah di atas kesesatan dan tidak memiliki seorang pemimpin yang ditaati, karena mereka belum mengenal hal tersebut. Bukan dimaksudkan mati dalam keadaan kafir, melainkan mati dalam keadaan bermaksiat.” 
[Ibn Hajar, Fathu-l-baariy, 13/7]

ومن مات وليس في عنقه بيعة فقد مات ميتة جاهلية ، ووجه الاستدلال بهذا الحديث هو أن الرسول أوجب على كل مسلم أن تكون في عنقه بيعة لخليفة ولم يوجب أن يبايع كل مسلم الخليفة

“… Aspek argumentatif dari hadits ini adalah bahwa Rasulullah saw mewajibkan atas setiap muslim untuk mengadakan di lehernya bai’at untuk seorang khalifah, dan tidak mewajibkan agar setiap muslim membai’at khalifah.” [Taqyuddiin An-Nabhaaniy, Muqaddimatu-d-Dustuur, 100]


Tidak ada komentar:

Posting Komentar